KARYA : MOTINGGO BOESJE
DIPINGGIRAN LAUT
KOTA KAMI, PARA NELAYAN TAMPAK SELALU GEMBIRA MESKIPUN MISKIN. RUMAH MEREKA
TERDIRI DARI GUBUK, TIANG BAMBU BERATAP DAUN KELAPA. SUARA MEREKA YANG KERAS
DAN GURAUAN KASAR MEREKA, SEOLAH MENGESANKAN BAHWA MEREKA KURANG AJAR. BEGITU
PULA PAKAIAN MEREKA, YANG LELAKI BERCELANA KATOK DAN BERBAJU KAOS HITAM DENANG
GOLOK DIIKAT DI PINGGANG.
KAIN SARUNG
TERSELEMPANG, BERKOPIAH DAN MATA YANG TAJAM MENGESANKAN DARAH YANG KERAS.
PERERMPUAN DISINI
BERBICARA PEDAS, PENUH GAIRAH DAN PAHIT. PAKAIAN MEREKA MENCOLOK DI TUBUH
PADATNYA, MENCOLOK SEPERTI KETAWANYA YANG KERAS, SAMBIL BIBIR BERGINCU ITU
MELEMPARKAN SENYUM YANG SEOLAH-OLAH KURANG AJAR.
TETAPI BETAPUN
SEBENARNYA, MEREKA, SEPERTI DIMANA-MANA MEMPUNYAI JUGA KELEMBUTAN HATI DAN
KETULUSAN, BIARPUN MUNGKIN KETULUSAN YANG AGAK BODOH.
MALAM INI SEMUA ITU
TERJADI.
I
MALAM INI,
PERKAMPUNGAN NELAYAN ITU, DIRUMAH MAT KONTAN DAN SOLEMAN TAMPAK SEPI.
BARANGKALI HAMPIR SEISI KAMPUNG MELIHAT
UBRUK, SEBAB BUNYI UBRUK DISEBELAH TIMUR BEGITU SAYU MENIKAM-NIKAM.
HANYA UJUNG ATAP
DAN TONGGAK BAMBU RUMAH SOLEMAN SAJA YANG TAMPAK DIKIRI. DEKAT TONGGAK BAMBU
ITU TERGANTUNG SEBUAH LENTERA YANG DIOMBANG-AMBING ANGIN BARAT. ADA SEBUAH
BANGKU DIBAWAH LENTERA ITU, BIASA DIPAKAI OLEH SOLEMAN UNTUK DUDUK-DUDUK, TAPI
MALAM INI BANGKU ITU KOSONG.
RUMAH YANG
DIHADAPAN RUMAH SOLEMAN ITULAH RUMAHNYA MAT KONTAN, SEORANG YANG TERKENAL
SOMBONG DI KAMPUNG ITU. PINTU RUMAHNYA TERTUTUP. BIASANYA, DISEBELAH KANAN PINTU
ITU IA DUDUK DI SEBUAH BANGKU BAMBU PANJANG. DENGAN MENAIKI BANGKU ITU IA
SERING BERSIUL MEMPERMAINKAN PERKUTUTNYA
DI DALAM SANGKAR YANG TERGANTUNG
PADA UJUNG ATAP. DIKIRI PINTU ADA BEBERAPA PELEPAH KELAPA TERONGGOK. SEBUAH
TIANG JEMURAN DI DEPAN RUMAH MASIH DISANGKUTI PAKAIAN, PERLAHAN TERHEMBUS OLEH
BIAS YANG BERHEMBUS DARI BALIK RUMAHNYA BERSAMA KERTAS-KERTAS.
DI KEJAUHAN KELAM,
SAMAR BUNTUT PERAHU, BEBERAPA TIANG TEMALI PERAHU MENGABUR. SUNYI MAKIN
TERTEKAN KARENA SUARA UBRUK DI KEJAUHAN ITU SEMAKIN MENGERAS.
II
TIBA-TIBA SUNYI ITU
DIPECAHKAN OLEH SUARA TERTAWA PENDEK GELI DARI SI UTAI SETENGAH PANDIR YANG
BARU KELUAR DARI PINTU RUMAH MAT KONTAN. IA TERUS BERLARI DAN BERSEMBUNYI DI
DEKAT POJOKAN RUMAH SOLEMAN. TERTAWANYA TERTINGGAL DI SANA. TAK LAMA SESUDAH
ITU KELUAR PAIJAH ISTRI MAT KONTAN BERTERIAK SAMBIL MENCARI-CARI.
PAIJAH
Kurang ajar! Kurang
ajar! Kurang ajar, si Utai sinting!
MATANYA MELIHAT
JEMURAN DAN MENGAMBIL SATU PERSATU JEMURAN ITU, TETAPI IA MASIH JUGA
MENCARI-CARI SI UTAI. KETAWA SI UTAI MELEDAK
UTAI
Ampun! Ampun!
MUNCUL DARI
PERSEMBUNYIANNYA SAMBIL MENGGARUK KEPALA
PAIJAH
Babi! (tapi kemudian tertawa lucu). Ayo bawa
pakaian si kecil ini ke jemuran! Eh, edan! Eh, ke jemuran (latah), Eh, bukan! Ke dalam!
UTAI
Saya kira saya mau
dipukul tadi! (mengambil pakaian)
Saya sudah panas dingin (sambil tertawa
ia masuk)
PAIJAH BERJALAN MENUJU BANGKU DI MUKA RUMAHNYA, DUDUK, BERNAFAS LEGA. TAK LAMA KEMUDIAN KELUAR UTAI TERTAWA
GELI.
UTAI
Si kecil tidur lagi
biarpun kepalanya panas. (tak dihiraukan),
He, kau anggap batu saja mulut saya ya?
PAIJAH (dengan nada mengambang)
Sudah malam belum
pulang.
UTAI
Siapa?
PAIJAH
Mat Kontan!
UTAI
Dia itu orang
paling repot di kampung kita. Tidak? Tidak ha?
PAIJAH
Dari pagi belum
pulang.
UTAI
He eh! Dari pagi
saya belum merokok sebab dia nggak ada. Kemana sih dia?
PAIJAH
Mestinya beli
burung ke Kalianda! (melengos ke
gantungan sangkar di samping). Nggak cukup satu dua. (diam sebentar) kalau tidak, mestinya pergi taruhan. Kalau tidak
............
UTAI (melihat sesuatu terbang)
Kalau tidak, menangkap kumbang
MELOMPAT DAN
BERPUTAR-PUTAR DI HALAMAN SAMBIL TANGANNYA MENANGKAP SESUATU TAPI TIDAK
KENA-KENA
PAIJAH
Bangsat. orang
omong benar dia main-main.
UTAI (kecewa karena tidak mendapatkan).
Apa tadi mpok? Apa?
PAIJAH
Si Kontan, lakiku.
Mat Kontan.
SUARA TANGIS BAYI
DI DALAM MENGAGETKAN PAIJAH
PAIJAH
Duuuuh! Si Kontan
kecil nangis lagi, tuh! Kau sih ribut tertawa saja!
PAIJAH
MASUK. UTAI KECEWA, PERGI PERLAHAN KE SUDUT RUMAH MENGAMBIL PELEPAH DAUN
KELAPA. BERJINGKAT DIA PERGI, MENGHILANG DI BALIK KELAM DALAM SIUL SINTINGNYA.
III
SOLEMAN
MUNCUL DARI RUMAHNYA. IA TAHU KEMANA UTAI PERGI. KEMUDIAN IA MELIHAT
SEKELILING. IA DUDUK-DUDUK DI BANGKUNYA DENGAN LUTUT MENUTUP MUKANYA, TAPI ASAP
ROKOK MENGEPUL DARI BALIK LUTUT ITU. KINI MATANYA MENATAP KE PINTU RUMAH MAT
KONTAN LAMA-LAMA SAMBIL MEMBETULKAN SARUNG YANG MELINGKARI LEHERNYA. SEBENTAR-BENTAR
KOPIAHNYA DITEKAN-TEKAN, TAPI KEMUDIAN MENOLEH MENDENGAR SUARA DIKEJAUHAN.
SUARA ITU ADALAH SUARA TUKANG PIJAT, SEORANG BUTA YANG SERING MELINTAS SAMBIL
MENYERET KALENG BEKAS SUSU. BARU KEMUDIAN IA MUNCUL DISAMPING RUMAH MAT KONTAN,
TAPI TAK BEGITU JELAS KARENA DISANA AGAK GELAP.
TUKANG PIJAT ( aneh
dan spesifik sekali)
Jaaaaat.........pi,
jaaaaat....pi
BERULANG-ULANG DAN
MEMBUAT KESAL SOLEMAN KARENA BUNYI KALENGNYA MEMBUAT BERISIK
SOLEMAN
Hei ! Sudah berapa
kali dibilang, jangan kelewat keras kalau lewat disini!
TUKANG PIJAT
Hee, kau Leman ? Ngak
melihat pertunjukan ubruk?
SOLEMAN
Ngak. Pergi sana!
TUKANG PIJAT KEMBALI
DENGAN SUARA KHASNYA PERGI MENGHILANG
SOLEMAN BERNAFAS
LEGA DAN MENGELUARKAN PISANG DARI KANTONGNYA. TAPI...
UTAI (datang dengan ketawa pendeknya yang menjengkelkan)
Man. Bagi Man.
SOLEMAN
Ini satu lagi biang
keladi. Pergi sana!
UTAI (memperhatikan dengan sedih kulit pisang yang dibuang).
Kalau begitu, bagi
dong rokoknya!
SOLEMAN (mengambil rokok kreteknya dan melemparkan sebatang)
Pergi sana! Nanti
kutendang kau!
UTAI (setelah memungut rokok)
Terimakasih pak.
IA PUN MENGHILANG,
PAIJAH MUNCUL DI PINTU RUMAHNYA
PAIJAH
Ada apa Man?
SOLEMAN
Jahanam betul
mereka!
PAIJAH DUDUK DI
BANGKUNYA. SOLEMAN MEMANDANG PAIJAH, TAPI PAIJAH MENGHINDARI PANDANGAN ITU
DENGAN MELIHAT KEARAH KEGELAPAN. SUARA KERETA API DARI JAUH SEMAKIN DEKAT, LALU
MELINTAS DERUNYA DIBALIK RUMAH SOLEMAN, DISINI PANDANGAN MEREKA BERTEMU
SOLEMAN (masih memandangi paijah, memasang rokok dan berkata acuh tak acuh)
Kau ngak keluar
malam ini Jah?
PAIJAH (terkejut, membalas pandangan).
Ngak.
SOLEMAN
Begini gelap
malamnya.
PAIJAH
Ya, gelap. Hati
saya juga ikut gelap.
SOLEMAN
Kau susah Jah!
PAIJAH
Tahu sendiri saja!
Ya, memang saya susah, Man.
SOLEMAN
Kau dengar suara
ubruk di sana?
PAIJAH (angguk).
Kudengar. Kau ngak
pergi?
SOLEMAN
Ngak! Capek!
Semalam suntuk saya dan lakimu main
empat satu. (melihat paijah murung).
Kau murung benar!
PAIJAH
Si Kecil sakit.
Kontan belum pulang. Panas saja badannya seharian ini!
SOLEMAN
Ngak dibawa ke
dukun!.
PAIJAH
Dukun! Dan punya
laki yang asik dengan perkutut, kepala haji, beo dan kutilang? Mana bisa jadi!
SOLEMAN
Tiap hari kau
mengumpat begitu.
SUARA TANGIS BAYI
MENYEBABKAN PAIJAH TERKEJUT BEGITU JUGA SOLEMAN. PAIJAH MASUK RUMAH DAN DIIKUTI
OLEH SOLEMAN, DI KEJAUHAN TERDENGAR TAWA MAT KONTAN. SOLEMAN KELUAR, LEWAT
SAMPING RUMAH DAN MENGHILANG).
IV
DENGAN
MEMBAWA SANGKAR BURUNG MAT KONTAN TERTAWA KESENANGAN. SETIBA DI DEPAN RUMAH
SOLEMAN, IA BERHENTI.
MAT KONTAN
Hei, Man! Kau masih tidur ha? (karena tidak dijawab ia ketawa lagi) Kalah
cuma lima puluh kok susah! (menuju
sangkar burung perkutut yang bergantung dan bersiul menirukan burung itu).
Hiphooo (mengambil sangkar dan melihat
sekeliling) Sudah hampir malam nih! Kau musti tidur, tut. Sekarang kau
sudah kucarikan bini. Nih! (ia
menunjukkan sangkar yang baru dibawa). jah? (ia ketawa lagi). Paijah?
KARENA TAK DIJAWAB
MAKA IA MASUK RUMAH, TAPI KEMUDIAN IA KELUAR KEMBALI DAN DUDUK DI BANGKU BAMBU
SAMBIL MENGGARUK KUDIS KAKINYA. MATANYA SILAU KENA SOROT BATERI DARI TEMPAT
KELAM
MAT KONTAN
Siapa itu! Siapa
itu!
SOLEMAN (muncul mendekat dan mempermainkan cahaya senternya).
Baru pulang Tan?
MAT KONTAN ( tertawa gembira dan melompat).
Kau tahu?
SOLEMAN
Apa? Burung lagi?
MAT KONTAN (meledak tertawanya).
Ha! Bagaimana kau
bisa menebak? Darimana kau tahu itu?
SOLEMAN (duduk).
Saya kira kau tadi
ngobrol dengan haji Asan di tikungan gudang lelang. Betul ngak? Ha?
MAT KONTAN
Ha, kali ini kau
salah tebak! Matamu sudah lamur barangkali! Bukan haji Asan, tapi Pak Pijat!
Tapi itu tidak penting Man. Kau tahu perkutut yang kubawa tadi? Itu adalah
perkutut yang paling mahal harganya di dunia. Uang ikan yang kita dapat kemarin
dari borongan itu, saya belikan semua buat perkutut. Dan kekalahan kau yang
berjumlah lima puluh itu buat ongkos mobil. (memandang soleman terdiam disangkanya tak memperhatikan) Ha? Kau
tak percaya ha? Mau liha? Mau lihat?
SOLEMAN
Percaya sih
percaya. Tapi anakmu, si kecil, sakit kan?
MAT KONTAN
Persetan si kecil!
(sadar) O, anakku! Maksud saya tadi persetan
penyakit. Mudah-mudahan ia lekas sembuh!
SOLEMAN
Kalau sembuh. Kalau
tidak sembuh bagaimana?
MAT KONTAN
Ha ?
Maksudmu..............mati?
SOLEMAN (MENGANGGUK)
MAT KONTAN
Kau kira si kecil
bisa mati? Mat Kontan kecil bisa mati, begitu?
SOLEMAN
Sedang Nabi bisa
mati?
MAT KONTAN
Jangan takuti saya
Man. Itu satu-satunya kebanggaan saya disamping burung dan bini saya Paijah.
Saya telah terlanjur berdo’a pada Tuhan agar Cuma dikaruniai satu anak. Kalau
si kecil mati tentu hilanglah kebanggan saya sepotong.
SOLEMAN TERTAWA
MENGEJEK
MAT KONTAN
Kau mengejek saya
ya?
SOLEMAN
Bukan mengejek,
tapi kau ngak kasihan sama satu nyawa?
MAT KONTAN
Ya kasihan!
SOLEMAN
Kau ngak kasihan
sama binimu?
MAT KONTAN
Ya kasihan!
SOLEMAN
Dari tadi ia tunggu
kau datang.
MAT KONTAN
Benar? Masa! Ah, tak
usah repot-repot perkara perempuan.
SOLEMAN
Kau terlalu
mengutamakan burung daripada binimu dan si kecil.
MAT KONTAN
Memang!
SOLEMAN
Memang. Kau tidak
bangga punya bini cantik ha?
MAT KONTAN
Bangga? Sudah saya
bilang tadi saya bangga. Saya kan sudah lama ngak ke kota Agung? Tadi saya ke
sana. Saya bilang bahwa saya sudah punya anak satu sekarang. Anak, yang keluar
dari rahim bini saya yang cantik.
SOLEMAN
Tapi kebangggaan
itu tak pernah terasa oleh binimu.
MAT KONTAN (memanggil)
Paijah, Paijah!
PAIJAH (muncul).
Ada apa?
MAT KONTAN
Saya akan
mengatakan kepadamu bahwa saya tadi ke kota Agung dan bertemu dengan
kawan-kawan lama.Saya bilang, bahwa kau sudah punya anak sekarang.
PAIJAH
Tapi sudah itu kau
terus cari burung.
MAT KONTAN (salah kira).
Ha, Ijah!
PAIJAH
Tanpa memikirkan
kami.
MAT KONTAN
Hah? Ah masuklah
kau! Tidak mengerti urusan lelaki. Masuklah. Kami mau ngobrol.
PAIJAH MASUK
MAT KONTAN
Biniku memang
manis.
SOLEMAN (hanya mengangguk)
MAT KONTAN
Kau tahu apa yang
terjadi sesudah saya bilang bahwa saya sekarang sudah punya anak? (diam sebentar, kemudian tertawa). Mereka
yang dulu sering mengejek saya sebagai lelaki mandul jadi konyol.
SOLEMAN (mempermainkan ujung kakinya, lalu malas memperhatikan mat kontan).
Saya pulang dulu.
Pintu belum dikunci.
MAT KONTAN
Nanti dulu. Hei,
kan kita ada nih?
SOLEMAN TETAP PERGI
KERUMAHNYA. DEPAN PINTU RUMAHNYA IA BERDIRI, SEPERTI ADA YANG DIPIKIRKANNYA.
TIBA-TIBA.
MAT KONTAN
Man! (soleman tak menoleh). Kau ngak enak
mendengar saya ngomong sekarang ya? Kalau kau mau diganti kembali uang
kekayaanmu kemarin. Baiklah!
SOLEMAN
Sesuatu yang sudah
kita serahkan, sukar untuk ditarik kembali.
MAT KONTAN
Apa maksudmu? Apa
maksudmu Man?
SOLEMAN
Ya, sesuatu yang
sudah kau punyai sekarang, biar bagaimanapun, bukan milik saya lagi.
MAT KONTAN
Saya tak mengerti
Man.
SOLEMAN
Memang kau tak
pernah mengerti.
MAT KONTAN
Ha? Saya tak pernah
mengerti? Saya pikir, sayalah orang yang
paling mengerti tentang sesuatunya di dunia ini.
MAT
KONTAN LALU PERGI KETENGAH HALAMAN, LALU MELIHAT KE LAUT DAN BERKATA SAMBIL
MENUNJUK-NUNJUK.
MAT KONTAN
Saya mengerti
angin, ikan, burung, wayang dan agama.
SOLEMAN
Kau juga mengerti
tentang pasir? Pasir boblos?
MAT
KONTA MERASA SESUATU, SEHINGGA IA TERSENTAK. DENGAN CEPAT IA MELOMPAT KE
SOLEMAN, KETIKA MUKANYA TIBA-TIBA DISENTUH TRAGEDI SEHINGGA IA BERKERINGAT .
DIDEKAPNYA KAWANYA ITU.
MAT KONTAN (takut).
Jangan bilang tentang
itu, Man. Saya paling takut kalau kau bilang perkara itu. (melepaskan). O, aku takut
kalau kau ulangi cerita lama itu. Saya adalah orang yang kepingin
panjang umur, Man. He, kau masih ingat peristiwa itu, Man?
SOLEMAN
Masih.
MAT KONTAN
Kau masih ingat
bagaimana saya kejeblos dalam pasir dan berteriak minta tolong ketika hampir
mati?
SOLEMAN (mengangguk)
MAT KONTAN
Saya harap sungguh,
hal itu jangan kau ceritakan lagi.
MAT
KONTAN KEMBALI KE PEKARANGAN RUMAHNYA, DUDUK DIBANGKU, LAMA TERMENUNG KARENA
TAKUT.
MAT KONTAN
Man. Sini Man.
SOLEMAN
Saya sudah bosan
dengan cerita itu-itu juga. (tapi
kemudian ia mendatangi mat kontan).
MAT KONTAN
Sungguh, Man. Saya
kepingin hidup panjang umur. Kepingin melihat si Kontan kecil yang jadi milik
saya satu-satunya. Semoga nanti persis seperti saya sifatnya.
SOLEMAN
Kalau sifatnya
seperti saya bagaimana?
MAT KONTAN (terdiam terperangah bernafas berat).
Itu tentu saja tak
mungkin. Sedang namanya saja sudah persis seperti saya. Kau dengar? Kontan
kecil! Si Kontan keci!!
SOLEMAN
Sudah pekak kuping
saya mendengar lagakmu.
MAT KONTAN
Biar!
SOLEMAN
Mulai malam ini jangan
ceritakan lagi tentang anakmu itu. Ceritakanlah yang lain.
MAT KONTAN
Kalau begitu cerita
saya, saya tukar. Apa ya?
SOLEMAN
PERGI KETEMPAT JAUH YANG AGAK GELAP. MEMPERMAINKAN KERIKIL DAN MELEMPARKANNYA
JAUH-JAUH.
MAT KONTAN (lembut)
Man. (soleman tak menyahut). He, Man (tak menyahut). Man. Kau iri pada saya
Man? Kau iri kalau saya begitu bahagia punya istri dan anak?
SOLEMAN
Tidak. Tidak iri.
MAT KONTAN
Jadi kenapa kau
benci kalau saya cerita tentang si kontan kecil?
SOLEMAN
Buat apa saya iri
padamu. Kau juga sering membohongi diri sendiri. Ya, kau juga sering berlagak.
MAT KONTAN
Pasti! Pasti kau
iri pada saya. Kau iri karena saya punya bini yang cantik. Seorang anak lagi
yang bakal cinta pada perkutut bapaknya. Kau juga iri barangkali, sebab kalau
kita main taruhan empat satu kau selalu saja kalah.
SOLEMAN
KEMBALI MENDEKATI MAT KONTAN. MULANYA MAT KONTAN TAKUT TAPI SETELAH DILIHATNYA
SOLEMAN TERTAWA IA HERAN. APALAGI DILIHATNYA SOLEMAN DUDUK DI BANGKUNYA DAN
MAIN KERIKIL.
SOLEMAN
Ceritalah lebih
banyak, Tan. Biar saya tuli.
MAT KONTAN
Jadi kalau begitu
kau masih senang pada saya? Kalau begitu tebakan saya salah kali ini. Belum
pernah saya menebak salah tentang dri seseorang selama ini. (DUDUK). Bagaimana
saya akan menceritakan lebih lanjut tentang bini saya, ha?
SOLEMAN HANYA
MENGANGGUK-ANGGUK KETIKA MAT KONTAN TERTAWA LEBAR
MAT KONTAN
Bagaimana bini
saya!?
SOLEMAN
Cuma satu
jawabanya, cantik!
MAT KONTAN
Bagus! Lagi! Lagi!
SOLEMAN
Mengairahkan!
MAT KONTAN
Betuuuuuul, betul.
Dan saya sekarang kepingin membelikan dia baju rok. (mengeluarkan uang dari kantong). Ini. Tadi saya menang judi.
SOLEMAN
Apa? Rok. Baju rok
Sanghai kata orang itu?
MAT KONTAN
Iya! Saya lihat
bini si Sadu, Si Johari dan Si Hidayat pada pakai rok model Cina sekarang. Bini
Bastari sudah beranak tiga malah pakai itu.
SOLEMAN
Tapi binimu lebih
bagus pakai kebaya sempit begitu.
MAT KONTAN
Kau tahu apa
tentang perempuan. Buktinya kau belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah
kuno, bung.
SOLEMAN
Kuno dan tidak kuno
bukan pada pakaian.
MAT KONTAN
A-ha! Persetan!
Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.
SOLEMAN
Pakai kebaya itu
gulung kainnya sempit. Jadi bisa menggiurkan jejaka-jejaka.
MAT KONTAN
Jadi kalau begitu
kau juga senang dan tergiur jika melihat bini saya memakai pakaian
sempit-sempit?
SOLEMAN MENGANGGUK
MAT KONTAN (terperangah sebentar, kemudian tertawa).
Ha ! Saya senang!
Saya memang senang kalau orang tergiur sampai keluar ludahnya barang sebatok
kalau melihat bini saya.
SOLEMAN
Jadi kalau ada
orang cinta pada binimu kau juga senang. Ha!
MAT KONTAN
Senang! Sebab itu
berarti juga orang akan cinta pada saya. Bahkan saya akan potong rambutnya
pendek-pendek seperti bini si Asnin! Bajunya belang-belang kuning seperti macan
tutul. Itu tandanya kita sudah jaman modern. Ah, kau tahu apa tentang arti
ngomong Belanda itu!
SOLEMAN
Memang enak punya
bini.
MAT KONTAN
He, orang lelaki
yang ngak mau berbini itu tandanya belum lelaki. Paling-paling tak berani sama
perempuan. Kau tahu kambing kebiri saya yang mati? Ia mati karena kesepian! Kau
lama-lama bisa jadi seperti kambing kebiri saya itu.
SOLEMAN
Kalau anakmu
seperti kambing nanti bagaimana?
MAT KONTAN
Mana bisa? Karena
bapaknya Raja Perkutut, anaknya tentu Raja Kutilang setidaknya. Tak mungkin
seperti kambing. Si Kontan kecil adalah anakku. Bukan anakmu!
SOLEMAN
Jangan ulang lagi
perkara Kontan kecil. Ceritalah tentang perkutut atau beo.
MAT KONTAN (ingat sesuatu)
Aih, saya sudah
linglung sekarang. Saya sudah dua hari ini lupa sama beo saya!
SOLEMAN KAGET MENDENGAR
INI, IA PERHATIKAN MAT KONTAN, TAKUT.
V
MAT
KONTAN MASUK RUMAHNYA. DALAM RUMAH KEDENGARAN RIBUT-RIBUT DENGAN SUARA BANTAHAN
PAIJAH. SOLEMAN MASUK RUMAHNYA, MENGUNCI PINTU. KETIKA KELUAR, BERPAPASAN
DENGAN SI UTAI SINTING. SOLEMAN HILANG DALAM GELAP. MAT KONTAN KELUAR DENGAN
TANGAN HAMPA.
MAT KONTAN
Man, Man. (matanya tertuju ke rumah soleman). Man!
Beo saya hilang, Man.
(Utai Tertawa)
Diam!
(Utai Tertawa Lagi)
Diam, kataku diam!
(ia mengambil pelepah kelapa akan memukul
anak itu).
UTAI
Ampuuuuuun.
Ampuuuun!
MAT KONTAN
Kenapa kau tertawa
ha?
UTAI
Jadi burung beo
mamang terbang?
MAT KONTAN
Ya.
UTAI
Saya melihatnya
kemarin dekat sumur.
MAT KONTAN
Diam! Jangan
ngomong gila! Ini sungguh!
UTAI
Saya juga sungguh!
MAT KONTAN
Apa katamu tadi?
Melihat burung saya? Beo saya dekat sumur? Ia terbang kearah sumur di belakang
itu?
(Utai mengangguk dan tertawa pendek).
MAT KONTAN
Jangan tertawa
dulu. Hayo kita cari.
UTAI
Ngak bakal ketemu
mang.
MAT KONTAN
Kau permainkan diri
saya ya? Ha? (mau memukul).
UTAI
Sabar, mang.
Sungguh, saya berani taruhan, ngak bakal ketemu.
MAT KONTAN
Kenapa coba,
kenapa?
UTAI
Sudah mati dia,
mang.
MAT KONTAN
Mati? Ayo kita cari
bangkainya! Biar saya ambil lampu senter (akan
pergi tapi kemudian terhenti).
UTAI (tertawa).
Tulang bakainyapun
tak bakal ketemu. Mubajir susah-susah mencari.
MAT KONTAN
Apa? Apa kau
bilang! Mubajir? Akan saya kubur dia.
UTAI
Ya, mubajir. Ia
sudah dibawa anjing Pak Rusli kemarin.
MAT KONTAN (mengancam dengan memegang leher baju utai).
Utai jangan cari
gara-gara! Gua hajar nanti lu! Betul yang ini apa bohong?
UTAI
Berani sumpah
Qur’an! Saya betul.
MAT KONTAN
Kalau begitu. (dengan sedih), Kau betul Utai. Kalau
begitu anjing si Rusli itu yang perlu dipentung. (tapi tiba-tiba melengos melihat Paijah muncul).
PAIJAH MUNCUL DENGAN MUKA KESAL
PAIJAH
Perkara Beo saja
ributnya sampai ke gunung Krakatau. Anaknya tak pernah dipikirkan.
MAT KONTAN
Diam kau!
PAIJAH
Apa? Diam? Kalau
anak itu mati bagaimana?
MAT KONTAN
Itu bukan anak
saya.
PAIJAH (menirukan).
Itu bukan anak
saya, tapi di warung kau sibuk membanggakannya.
MAT KONTAN (sadar kembali).
Ha! Memang anak
saya. Memang! Memang ia saya banggakan di mana saja. Tapi kau juga ikut
memikirkan masalah burung ini?!
PAIJAH
Emoh!
PAIJAH MASUK.
UTAI (tertawa menirukan).
Emoh!
MAT KONTAN
Bagaimana Beo-ku?
UTAI
Lehernya berdarah!
MAT KONTAN
Leher Beo-ku
berdarah? Iya?
(Utai tertawa melingkar–lingkarkan badannya).
Soleman mana?
Soleman mana?
UTAI
Mau apa sama dia?
MAT KONTAN
Kita ajak ia ke
tukang nujum.
UTAI
Kenapa burung mati
mesti di nujum?
MAT KONTAN
Ya, mesti. Mana si
Leman. He, geblek! Mana dia ha?
UTAI
Buat apa sih
dinujum? Mau ditanya masuk sorga atau neraka?
MAT KONTAN
Diam, setan! Kita
mau nujum siapa yang memotong lehernya. Kalau kedapatan akan kubunuh dia! (memanggil soleman).
PAIJAH KELUAR MENJENGUK DENGAN CEMAS.
MAT KONTAN
Pergi berjudi dia
barangkali.
UTAI
Kalau begitu kita
pergi berdua saja.
MEREKA BERDUA PERGI MENGHILANG DALAM
KELAM.
VI
PAIJAH MERASA LEGA
LALU IA MASUK KE DALAM. IA KELUAR MENUJU RUMAH SOLEMAN
PAIJAH
Man! Leman
TAPI SETELAH SADAR
PINTU DI KUNCI, BERLARI KE SAMPING DAN DUDUK DI BANGKU. PAIJAH KAGET AKAN
CAHAYA SENTER KE MUKANYA, IA BERDIRI DAN SEDIKIT GEMBIRA IA BERJALAN
MENGHAMPIRI SOLEMAN DI HALAMAN. SOLEMAN MENGAJAK PAIJAH DUDUK DI BANGKU
RUMAHNYA, SEDANG IA MASIH MEMPERMAINKAN CAHAYA SENTER KE PINTU RUMAH MAT
KONTAN.
SOLEMAN
Kenapa mukamu
pucat?
PAIJAH
Saya cari kau tadi
Man.
SOLEMAN
Laki-mu pergi?
PAIJAH
Ya, ke tempat
nujum.
SOLEMAN
Begitu jauh, ada
dua kilo setengah, kan?
PAIJAH
Ah, betul-betul
edan dia. (berdiri membelakangi).
Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan perempuan.
SOLEMAN
Kalau saya laki-mu
tentu saya mengerti.
PAIJAH (tiba-tiba membalik).
Man!
SOLEMAN
Apa? (menyenter muka paijah).
PAIJAH
Saya takut tadi,
Man. Saya dengar ia mau bunuh orang. Dan kau dicarinya Man.
SOLEMAN
Ia nggak berani
pada saya. Apalagi mau bunuh!
PAIJAH
Tapi ini
betul-betul Man. Burungnya, beo itu-mati!
SOLEMAN (kaget)
Lalu? (ia berdiri dan melihat kesamping rumahnya,
ada kecemasan di dalam dirinya kalau-kalau mat kontan datang. dari jauh soleman
bersuara, tangannya menyenter tubuh paijah). Lalu bagaimana?
PAIJAH
Burung itu mati.
Kau tahu kan beo itu? Yang sering kau permainkan kalau kau kerumah saya?
SOLEMAN (datang mendekati paijah)
Lalu?
PAIJAH
Lehernya berdarah.
Dan ia akan bunuh siapa saja yang memotong leher burungnya itu (dengan mata mengharap) Man.
SOLEMAN (dengan pandangan penuh gairah).
Apa?
PAIJAH
Saya takut.
SOLEMAN (senyum bergairah).
Takut apa?
PAIJAH
Takut sama lakiku.
Jika ia menuduh saya yang membunuh bagaimana?
SOLEMAN
Kau merasa memotong
leher itu apa tidak? (dilihatnya paijah
menggeleng). Nah, ngak usah kuatir.
PAIJAH
Tapi Mat Kontan
sering kalap.
SOLEMAN (memegang bahu paijah dan mendudukan di bangku. ia memasang rokok
setelah menenangkan paijah).
Biar bagaimanapun
ia marah, ia takkan bunuh kau. Sebab kau salah satu kebanggaan dia. Jadi biar
bagaimanapun salah kau, ia akan memaafkan.
(Paijah menangis terisak)
He, jangan seperti
si kecil nangis. Kau malah harus mendiamkan anakmu yang nangis, kan? (tangan membelai rambut paijah).
(Paijah lari melompat, tapi diburu dan tangannya ditarik
soleman, ia membimbing paijah ke bangku rumahnya)
Kau jang kuatir. Nanti
aku yang membela kau.
PAIJAH
Tapi saya takut
dengan goloknya. (melihat muka soleman
dan berkata setengah menangis) Sungguh!
SOLEMAN
Ah, percayalah.
Seiris bawangpun ia tak berani melukaimu!
PAIJAH
Jadi apa kataku
bila ia menanyai saya?
(Soleman cuma tercenung
berfikir. dengan mempermainkan senter ia pergi ke tempat yang jauh kelam. suara
ubruk mengeras. Paijah Setengah marah, agak menjerit).
Kau diam!
SOLEMAN
Ya, karena itu juga
suatu hal yang sulit.
PAIJAH
Tapi katamu tadi
gampang.
SOLEMAN
Gampang buatku,
karena saya lelaki!
PAIJAH
Carilah jalanya
sebelum ia kembali!
SOLEMAN
Jalan satu-satunya,
karena saya lelaki ialah: menghadapinya sebagai lelaki!
PAIJAH
Apa? Apa maksudmu?
SOLEMAN
Kalau kau disentuh
saja, akan saya sentuh pula dia. Kalau kau dilukainya, akan saya lukai dia! Dan
kalau kau di bunuhnya, akan saya bunuh dia (berjalan
pelan mendekati paijah)
PAIJAH
Jangan Man. Kita akan
buyar, malu dan di usir dari sini.
SOLEMAN
Ya, terpaksa
begitu. Sebab saya bukan penakut. Saya jantan. Dan saya punya sejarah
turun-temurun.
PAIJAH
Sejarah
turun-temurun?
SOLEMAN
Ya. (terduduk) Ayah saya jahanamnya juga
seperti saya ini. Ia jahanam, biarpun ibu saya syah untuk bininya. Tapi ini tak
usah saya ceritakan Jah!
PAIJAH
Ceritakan, Man.
Yang satu ini.
SOLEMAN
Saya akan mengutuk
karenanya!
PAIJAH
Ceritakanlah, Man.
Kenapa?
SOLEMAN (memandang paijah dengan aneh)
Karena perempuan ia
mati. Karena perempuan ia jahanam. Tapi aku akui, ia lelaki tulen.
(Paijah jadi gelisah)
SOLEMAN
Lelaki tulen juga bisa
mati karena takut. Ia takut menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati
membelakangi! Dan ketika ia lari itu ia ditembak. Ia ditembak, sebab bini orang
yang dijahanaminya itu ialah bini polisi. Tapi saya sudah besar ketika itu dan
dapat membayangkan membalas dendam. Kenapa ia akhirnya takut? Saya tak mengerti
kenapa si pemberani bisa takut kemudian. Tapi, betapun, ia lelaki tulen, Jah.
Lelaki tulen dengan darahnya yang benar-benar merah.
PAIJAH (lembut karena takut).
Kau juga takut Man?
SOLEMAN
Cukup bapak saya
saja! Sayat tidak akan. Saya adalah kelanjutan dia, karena ia mewariskan saya!
PAIJAH
Kau akan bunuh Mat
Kontan?
SOLEMAN
Belum pasti. Tapi
saya ingat pepatah seorang Padang. Kau kenal Angku Buyung? (Paijah mengangguk). Ialah yang
menceritakan pepatah itu dan meresap pada diri saya.
PAIJAH
Apa katanya, Man?
SOLEMAN
Musuh pantang
dicari, tapi jika datang pantang kau elakkan. Saya tidak akan memusuhi Mat
Kontan. Tapi jika Mat Kontan akan menyerang saya, saya pantang lari, bahkan
membalas.
PAIJAH
Jangan Man!
SOLEMAN
Pasti dia tak
berani membacok saya!
PAIJAH
Kalau kau memang
tak apa! Tapi saya, perempuan lemah ini, bagaimana bisa jadi?
SOLEMAN
Kau jangan takut.
Karena lelaki bersifat melindungi. Lelaki seperti kata bapak saya: harus
berdarah tajam yang mengalirkan warisannya melewati siapa saja yang rela!
PAIJAH (lembut)
Kenapa kau tak
kawin saja, Man?
SOLEMAN
Kawin cuma satu
tanggungan, menyebabkan kita berotak dua. Ya saya tahu kemudian, bahwa ibu saya
juga sejahanam ayah saya karena ia rela dijahanami lelaki lain. Saya takut
kawin, karena saya kwatir jika istri saya dijahanami lelaki lain.
(Soleman
pergi ke rumahnya, tapi Paijah mengikutinya)
Kau di situ saja
menjelang ia datang. Saya di sini (menunjuk
bangkunya).
PAIJAH
Saya takut, Man.
SOLEMAN
Disana saja kata
saya!
BENTAKAN
SOLEMAN INI MENYEBABKAN PAIJAH TAKUT DAN KEMBALI KE BANGKUNYA
PAIJAH (setelah mengeluh dan memandangi soleman yang terpekur )
Man. (soleman muak). Man, kau dengar suara saya? Kau dengar suara saya?
(soleman tetap menunduk). Saya
menyesal sekarang, Man!
SOLEMAN (kaget dan mengangkat kepalanya)
Menyesal?
PAIJAH
Ya, menyesal.
SOLEMAN
Ulangi!
PAIJAH
Menyesal, karena
begini jadinya. Nanti akan terbuka juga rahasia kita. Tapi tak apa! Saya
kepingin punya anak, dan anak itu telah saya dapatkan.
SOLEMAN(berdiri)
Kenapa kau
menyesal? (paijah hanya menghapus air
matanya). Jah! Anak itu takkan saya ambil. Jah.
(Soleman mendekati perempuan
itu. tapi tangis paijah semakin menjadi. Soleman pergi ke gelap malam. perlahan)
Saya ingat, Jah.
Macam begitu tangismu dulu mengisak meminta kepada saya. Sekarang kalau
menyesal. Buat apa kita menyesal. Saya juga tak pernah menyesal harus jadi
jahanam kapiran begini. Ya, tidak karena dalam diri manusia, betapun kecilnya,
ada jahanamnya. Cuma saja ada yang tak sempat dan tak sanggup menjalankan. Dan
kita adalah orang yang kebetulan sanggup. Kenapa kita menyesal, Jah?
(Tiba-tiba ia membalikkan badan setelah keduanya berdiam
lama. soleman mendekati paijah dan duduk disampingya. Setelah menyenter
sekeliling)
Begitu sepi
semuanya. Alangkah enaknya jika beginian terus, dunia ini ada kita berdua saja!
PAIJAH ( hanya memandangi wajah soleman)
SOLEMAN
Kau kwatir pada
hari matimu bila maut tiba?
(Paijah hanya menganggukkan kepala)
Mungkin saya juga,
Jah. Sekarang saya lebih baik mengaku saja (mereka
kini saling pandang). Saya juga punya takut. (DIAM) Mungkin juga Nabi. Tapi
Jah, saya bunuh beo itu, karena binatang jahanam itu telah menyiksa saya!
PAIJAH (terkejut mendengar berita itu)
Apa? Kau bunuh? Kau
yang memotong lehernya?
SOLEMAN
Ya. Kau ingat Jah?
Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu, ketika si kecil masih berumur
sebulan? Kau bilang: “Jangan ganggu saya. Man! Jangan ganggu saya!”, dan
perkataan itu diulangi oleh beo itu. Dua hari yan lalu, ketika saya pegang
tanganmu dan kau bilang : “Jangan ganggu saya”, beo keparat itu mengulangi
lagi. (setelah menelan nafas). Karena
itu ia saya potong lehernya. Saya potong dan saya lempar ke dekat sumurmu.
PAIJAH
Kita bisa celaka!
SOLEMAN
Akan saya hadapi
semua yang menantang, Jah! (setelah
merasa ngeri, ia bersuara menghadap paijah dengan gemetar). Biar
bagaimanapun saya akan menghadapi maut!
(Paijah menangis)
Kenapa jadi
menangis, hah? Saya hanya akan mengabulkan apa yang kau minta dulu dan telah
saya beri. Anak itu telah lahir. Kalau saya mati karena lahirnya dia, itu
berarti saya akan bernasib sama dengan bapak saya. Tapi semoga cucu bapak akan
meneruskannya, sebab perjuangan kakeknya belum selesai.
PAIJAH
Tidak, Man! Si kecil
tidak akan.
SOLEMAN
Itu mungkin jalan
menyimpang dari kemauan saya.
PAIJAH
Cukup kita saja
yang jadi jahanam terkutuk.
SOLEMAN
Ya, karena sekarang
kau sudah menyesal, sih.
PAIJAH (setelah berfikir sebentar, tiba-tiba ia kaget).
Man!
SOLEMAN
Apa?
PAIJAH
Sebentar lagi tentu
mereka datang. Man, saya takut Man!
SOLEMAN
Tenang saja. Tenang
saja.
PAIJAH
Kalau saya dipaksa
bagaimana?
SOLEMAN
Bilang saja saya
yang membunuhnya. Saya, Soleman.
PAIJAH
Saya nggak mau,
Man!
SOLEMAN
Kenapa? Kenapa he?
PAIJAH (lembut pelan)
Saya nggak mau. Ada
orang mati karena saya, dan orang itu kau.
SOLEMAN
Kalau saya mati itu
bukan karena kau. Itu juga karena saya ikut berjahanam!
PAIJAH (menangis terisak)
Tidak, Man. Tidak
bisa, Man.
SUARA BAYI DI DALAM MENGEJUTKAN
MEREKA.
SOLEMAN
Mintalah doa restu
di ubun anak itu.
PAIJAH
Putuskan dulu yang
ini! Jika ia minta keterangan kenapa Soleman membunuhnya, bagaimana?
SOLEMAN
Pertanyaan itu
tidak saya bolehkan kau menjawabnya. Pertanyaan itu hanya untuk saya. Dan saya akan
menjawabnya. Pergilah masuk! Anak itu rupanya tambah sakit.
VII
PAIJAH
MASUK, TINGGAL SOLEMAN YANG GELISAH LALU MEROKOK, TAPI ROKOK ITU BARU DIHISAP
LALU DIMATIKANNYA. IA PERMAINKAN SENTERNYA KARENA GELISAH, LALU PERGI MENUJU
KEJAUHAN, MELEMPARKAN BATU LALU KEMBALI LAGI. PAIJAH KELUAR SEBENTAR TAPI MASUK
LAGI SEBAB DARI JAUH TAWA UTAI SUDAH DIDENGAR. TAK LAMA KEMUDIAN MAT KONTAN DAN
UTAI TIBA DI HALAMAN
UTAI TERTAWA.
MAT KONTAN
Diam! Orang
kesusahan, kamu tertawa! (tiba-tiba
matanya melihat soleman).
SOLEMAN
Dari mana?
MAT KONTAN (mendekati mengabarkan berita sedih)
Man, burungku beo
yang kubeli seribu itu mati.
UTAI LARI MENGEJAR
SERANGGA YANG TERBANG, MENCOBA MENANGKAPNYA TAPI TAK BERHASIL TERUS MEMBURU.
SOLEMAN
Sebaiknya jangan
pikirkan yang sudah mati itu.
MAT KONTAN
Apa? Jangan
dipikirkan? Apa kau kira saya ini gila ha?
SOLEMAN
Siapa tahu Tan
nanti ada saja rejeki numpuk, kau beli yang lebih mahal.
MAT KONTAN
Apa kau kira beo
semacam itu ada tandingannya di pojok dunia ini? Dua tahun saya memeliharanya?!
Sekarang barangkali lebih dari harga mobil dokter Ajad yang mungil itu.
SOLEMAN
Kau selamanya
selalu merasa selalu yang paling, yang paling. Sehingga kau sendiri jadi
pangling!
MAT KONTAN
Jangan coba-coba
hina saya ya! (kepada utai). Hei.
Berhenti main gila itu! Saya bisa tambah gila. Ayo berhenti! (utai duduk di bangku rumah mat kontan).
MAT KONTAN
Sedang anak gila
itu (menunjuk utai). Dia bisa pikir
dan sedih atas kematian beo-ku. He, Utai. Kau kan sedih ya.
UTAI
Ya!
MAT KONTAN (mengambil rokok dan melemparkannya)
Kau memang
jempolan.
(Utai mengambil rokok dan
minta api lalu duduk ditempatnya semula
MAT KONTAN (kepada soleman)
Otakmu dimana
sekarang. Dimana ha?
SOLEMAN
Saya cuma
menganjurkan. Tapi sedih sih ya ikut sedih!
MAT KONTAN
Betul? Betul sedih?
(tertawa senang). Kemana kau tadi
tidak nongol ketika saya cari agar bersama ke tukang nujum! (bernafas karena tak dijawab). Saya kira
malam ini paling jahanam dalam hidup saya.
SOLEMAN
Belum tentu.
MAT KONTAN
Siapa bilang belum tentu?
Tukang nujum yang biasa meramalkan nasib saya itu sudah mati pula empat hari
yang lalu (melihat utai yang
mempermainkan rokok dibangkunya). Hei, jangan dibakar bangku bagus itu!
Panggil mpok Ijah!
(Utai masuk ke dalam dan
keluar kembali bersama paijah. paijah memandang pada soleman, soleman
mengatakan sesuatu dalam pandangannya)
Hei Jah! Siapa
kiramu yang memotong leher burungku!
PAIJAH (menggeleng)
Mana saya bisa
tahu?
MAT KONTAN (menirukan)
Mana saya bisa
tahu? (menghardik) Atau kau sendiri ya?
Iya? (berdiri menyebabkan paijah takut)
Kau potong mau dimakan? Di sate? Begitu? (mendekati)
Jawab!
(Soleman
berdiri semua pandangan tercekam disini)
Ayo jawab!
SOLEMAN
Dia sakit tuh Mat!
Tuh mukanya kan pucat. Barangkali........
MAT KONTAN
Jangan urus urusan
orang lain, Leman. Nanti saya ikut mata gelap pada kau! (sadar melihat paijah menangis).
PAIJAH
MASUK DIIKUTI MAT KONTAN. UTAI, SETELAH DIISYARATKAN SOLEMAN IKUT MASUK.
SOLEMAN BERDIRI DI PINTU DAN GELISAH
SUARA PAIJAH
Buat apa burung itu
untuk saya. Si bayi lebih penting.
SUARA MAT KONTAN
Ee, jangan ngotot! Jawab dulu siapa yang bunuh.
KEMUDIAN
TERDENGAR TANGIS PAIJAH, TANGIS BAYI DAN SUARA MAT KONTAN YANG TIDAK TENTU
SUARA PAIJAH
Kalau tidak, bunuh saja saya, nih sama golok!
SUARA MAT KONTAN
Ee, jangan main-main sama saya ya? Saya ini Mat Kontan. Setiap orang
punya utang harus dibayar dengan kontan. Jawab!
SUARA PAIJAH
Saya tidak tahu!
MAT KONTAN
Bangsat! O Tuhan! Bilanglah oleh-Mu ya Nabi Adam, siapa yang sebiadab
ini membunuh burung saya. O Nabi Yakub. Bini saya juga bangsat dan bodoh!
Kenapa dunia ini makin tolol Tuhanku?
PAIJAH
Kalau kau paksa juga saya akan minggat!
PAIJAH KELUAR MENGGENDONG BAYI YANG MENANGIS. LARI KE BANGKU DAN DUDUK
SETENGAH TAKUT. MAT KONTAN MENYUSUL
MAT KONTAN
Jangan kau lari. Awas!
VIII
PAIJAH DUDUK DAN MEMBELAI KEPALA ANAKNYA YANG TETAP MENANGIS. SOLEMAN
MEMPERHATIKAN MAT KONTAN YANG TAMBAH GUGUP. MAT KONTAN MEMANDANGI SOLEMAN,
MATANYA SEPERTI MEMINTA SESUATU. SOLEMAN MENANTANG MATA MAT KONTAN DENGAN PANDANGAN
JANTAN
MAT KONTAN
Apa yang akan ku lakukan.
SOLEMAN
Lakukanlah semaumu. Itu urusan kau!
MAT KONTAN (kepada Paijah)
Ya ayo pergi kalau kau betul-betul mau minggat. Kemana kau bisa
minggat, coba kemana?
PAIJAH (tetap tunduk menangis)
Ke rumah pamanku.
MAT KONTAN (mengejek)
Ke rumah pamanku. Pamanmu adalah orang yang paling miskin di dunia,
tahu! Bukankah?
PAIJAH
Tapi saya harus kesana!
MAT KONTAN
Pergilah! Pergilah sana! Tapi anak itu jangan kau bawa. Anak itu adalah
anak saya tahu!
PAIJAH
Bukan! Ia adalah anak saya yang pasti, sebab ia keluar dari rahim saya
sendiri.
MAT KONTAN
Apa katamu, apa?
PAIJAH
Ya! Untuk dia ini saya pernah berkorban segalanya!
MAT KONTAN (akan masuk berdiri di pintu)
Kalau begitu kau memang harus jadi korban
(tapi matanya melihat pada
soleman. Paijah jadi takut, lalu melihat pada soleman tapi mata soleman tertuju
pada mat kontan).
Ia telah membinasakan hati saya! Man! Ini harus saya balas Soleman.
SOLEMAN HANYA MEMANDANGINYA)
MAT KONTAN (berteriak)
Jawablah saya, Leman!
(tapi ia lemas menantang mata
jantan itu, sehingga ia terkulai, terjatuh didepan pintu. Utai tertawa
melihat itu. Mat Kontan bangkit,
marah)
Hai! Kau mau kubunuh ya? Ya?
(akan mengejar utai, tapi anak
itu lari menghilang. Mat Kontan lemas)
Kalian semua ini jahanam.
SOLEMAN
Saya jangan kau ikut-ikutkan Mat!
MAT KONTAN (kepada paijah)
Kau telah menyedihkan hati saya. Kau adalah bini saya jadi kau juga
harus bertanggung jawab atas burung kesayangan saya karena saya juga sayang
padamu.
PAIJAH (setelah memandangi soleman)
tapi kau juga laki saya, tapi sayangmu Cuma di mulut. Jadi kau bukan
laki saya.
MAT KONTAN
Bilang sekali lagi bahwa saya ini bukan lakimu!
PAIJAH (membelai kepala anaknya yang
menangis).
Kau tak pernah memikirkan anak saya ini. Tapi dimana saja kau banggakan
ia!
MAT KONTAN (berubah lalu mendekati anaknya)
tapi ia belum begitu sakit. Seluruh anak kecil dikampung kita ini
memang sedang musim sakit.
(Mat Kontan jadi letih, lalu
melepaskan napas panjang ia berkata-kata sesuatu tapi tak jelas)
Man! Burung itu baru beberapa waktu yang lalu bisa ngomong dengan
jelas. Kau tahu apa yang dibilangnya ketika masih hidup? Ketika saya dekati, ia
bilang,” Jangan cubit saya! Jangan cubit saya!” Kenapa burung bisa berkata
seperti manusia?
SOLEMAN (melihat si anak tambah
menangis,. lalu mendekat dan memegang kepala anak itu)
Mari saya gendong anak ini Jah!
MAT KONTAN (kaget berdiri)
Jangan sentuh anak itu! Itu anak saya.
SOLEMAN(tidak jadi mengambil).
Baiklah! Itu sudah kepunyaan kau sekarang. Tapi saya ingin bertanggung
jawab atas nyawanya.
MAT KONTAN
Apa kau punya hak atas nyawanya?
SOLEMAN
Biar bagaimanapun, ia adalah anak manusia bukan anak burung.
MAT KONTAN
Diam kau babi! Diam kau sebelum saya hantam!
SOLEMAN
Sekarang, apa yang akan kau lakukan sebagai lelaki, sebagai bapak,
sebagai Mat Kontan yang selalu membayar kontan?
MAT KONTAN
Cari dulu siapa pembunuh burung saya. Ia juga harus dihajar dengan
kepal tinju ini (mengacungkan tinjunya).
SOLEMAN
Kau tak kan berani. (melihat
Paijah, Paijah takut).
MAT KONTAN
Apa? Apa kau bilang barusan?
SOLEMAN
Kau tak kan berani sebab kau pengecut paling besar di dunia Tuhan ini!
MAT KONTAN
Kalau saja ahli nujum itu belum mati (heran ia melihat soleman yang pergi begitu saja ke rumahnya). He,
dengar! Kalau saja saya tahu, saya akan hajar dia! (melihat pada paijah dan mengancam). Kau juga! Malam ini juga harus
kau tunjukkan padaku siapa pembunuhnya!
PAIJAH (melihat anaknya yang menangis)
Saya tak mau!
PAIJAH PERGI MASUK RUMAH, MAT KONTAN MENYUSUL. SOLEMAN MASUK DALAM
RUMAHNYA BURU-BURU, LALU KELUAR KEMBALI MENYARUNGKAN GOLOKNYA DI BALIK
SARUNGNYA, AGAR TAK TAMPAK. SOLEMAN MENDENGAR DI BALIK PINTU RUMAH MAT KONTAN,
PERTENGKARAN YANG TERJADI DI DALAM. SOLEMAN JADI HERAN, MELIHAT PAIJAH YANG
TIBA-TIBA MELONCAT KELUAR DAN MENDEKAP PADANYA
MAT KONTAN (mengancam)
Lepaskan dekapan itu!
PAIJAH (terus mendekap).
Man, tolong lindungi saya Man!
MAT KONTAN
Ayo lepaskan sebelum kuambil golok!
PAIJAH (melihat soleman yang diam saja,
jadi geram)
Man, kau diam saja!
SOLEMAN HANYA MENANTANG MATA MAT KONTAN DENGAN DADA YANG SESAK
MAT KONTAN
Kau juga harus melepaskan dia! He, Soleman (jadi geram melihat Soleman) Lepaskan dia! Dia bukan binimu!
PAIJAH (mengguncang Soleman)
Jawab. Jawab Man!
KETIKA SOLEMAN DIAM SAJA, PAIJAH MELUDAHI MUKA LELAKI ITU. LALU IA
MELEPASKAN DEKAPANNYA DENGAN SANGAT BENCI DAN DIA BERLARI KE BANGKU RUMAH
SOLEMAN
MAT KONTAN (pada Paijah)
Paijah! Jangan kau lari kesana. Jangan kau lari kesana! Jangan kau
berteduh di bawah atap rumah lelaki yang bukan lakimu.
PAIJAH (bergayut pada sandaran bangku)
Leman pengecut! Jawablah si Kontan itu Man!
SOLEMAN TETAP BUNGKAM, MAT KONTAN MENDEKATINYA BIARPUN HATINYA TAKUT
SEKALI
MAT KONTAN
Jadi kau tahu ya, siap yang membunuh beo saya ha?
soleman (memandang ke wajh
paijah)
PAIJAH
Jawablah Man, sebelum kau dicincangnya!
SOLEMAN (MEMANDANG MAT KONTAN SEHINGGA MAT KONTAN MUNDUR. KETIGANYA
SALING PANDANG DENGAN LIAR. KETIGANYA SALING BENCI.
MAT KONTAN(akan masuk kerumah dan mengancam
keduanya)
Kalau begitu akan saya ambil golok. Akan saya bunuh kalian keduanya
bila tak ada yang mengaku!
PAIJAH
Mat Kontan lakiku (setelah
dilihat mat kontan, ia memandang soleman mengejek) Saya bunuh burungmu itu.
MAT KONTAN (melangkah)
Kenapa burung saya kau bunuh?
PAIJAH
Karena ia selalu mengejek saya!
MAT KONTAN (heran berjalan mendekati)
Dia mengejek kau? Ha?
PAIJAH
Dia mengejek saya dengan perkataan itu, jangan cubit saya! Jangan cubit
saya! (sambil melihat soleman).
mat kontan (makin mendekati
paijah).
PAIJAH
Hancurkan diri saya! Coba! (lalu
menangkup bangku).
IX
SOLEMAN HANYA MEMANDANGI SAJA, SEDIKITPUN IA TAK MELANGKAH. PAIJAH BANGKIT
DAN MEMANDANGNYA GARANG
PAIJAH
Hai lelaki pengecut! Bukankah kau bilang, berjanji akan melindungi saya
ha? Kau diam saja sekarang kayak tunggul!
MAT KONTAN HERAN MEMANDANG SOLEMAN
SOLEMAN (baru kemudian berjalan
selangkah)
Saya hanya kepingin melihat melihat kau takut. Juga kepingin melihat
Mat Kontan takut. Dan juga kepingin merasakan kalau saya takut, seperti yang
bapak saya alami!
PAIJAH
Kau takut ya?
SOLEMAN
Saya kepingin melihat Mat Kontan menyentuhmu seujung kumis nyamuk.
Melukaimu barang seiris bawang. Tapi rupanya ia tak berani.
PAIJAH
Jangan kau bikin gara-gara memanasi dia, Soleman keparat. Akuilah dulu
perbuatan kau!
MAT KONTAN (pada paijah)
Jadi Soleman tahu siapa yang
bunuh burungku?
PAIJAH
Ya, ia yang tahu!
MAT KONTAN
Tapi kenapa kau yang mengaku ha? (giginya
gemeretak).
PAIJAH
Karena saya kasihan melihat dia begitu pengecut tadi.
MENDENGAR INI SOLEMAN
JADI GERAM, LALU BERTERIAK
SOLEMAN
Sayalah yang membunuh burung beo itu!
(berjalan lambat mendekati Mat
Kontan. Mat Kontan (memandangi agak takut)
Sayalah yang melakukannya!
MAT KONTAN (berputar mengambil tempat dekat
rumahnya)
Jadi kenapa kau bunuh dia? Kau iri pada saya ya?
SOLEMAN
Ya, saya iri!
MAT KONTAN
Memang benar tebakan saya tadi.
SOLEMAN
Ya! Saya iri pada semua yang kau
punyai. Pada uangmu, pada binimu, pada anakmu, pada burungmu. Dan pada kesombongan
kamu!
MAT KONTAN
Memang kau jahanam!
SOLEMAN
Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam (dan membalikan badan kearah paijah) Kau juga jahanam. Dan burung
itu juga jahanam! (lambat) dan anak
yang menangis itu juga jahanam.
MAT KONTAN
Kenapa kau hina anak saya ha?
SOLEMAN
Ia bukan anakmu!
MAT KONTAN
Apa katamu?
PAIJAH
Soleman!
SOLEMAN
Sekarang kau jangan banyak omong. Jah, malam ini malam yang menentukan
kita semuanya. Ya, si Kontan kecil itu memang bukan anakmu, Mat!
MAT KONTAN
Anak siapa coba?
SOLEMAN BERJALAN LAMBAT MENUJU KETEMPAT KELAM, SUARANYA SEPAROH
MENGAMBANG
SOLEMAN
Saya percaya, kau sendiri belum yakin selama ini bahwa ia itu anakmu.
Kau sering menebarkan berita setelah anakmu lahir kemana saja untuk menutupi
hal itu. Hal, bahwa sebenarnya kau bukan lelaki. (membalik badan dengan cepat). Dan itu menyakitkan hati saya, sebab
kesombongan yang satu ini bukan kau punya dengan syah. Dan saya juga tidak bisa
mempunyainya dengan syah. Sebab surat nikah ada di tangan kau, Kontan.
(Soleman lalu duduk di bangku
mat kontan)
Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering duduk di sini terkadang
sampai malam. Dan saya duduk di sana (menunjuk
bangkunya) Kami saling memandang ( kepada
kontan). Kenapa kau sering tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang
jahanam.
MAT KONTAN
Sekarang jawab saja dengan pendek, jangan bikin saya botak. Anak itu
anak siapa?
SOLEMAN BERDIRI
PAIJAH (setengah menangis)
Jangan kau bilang Man!
SOLEMAN (berjalan mendekati kontan
dengan pandangan yang mencekam pada paijah)
Akan saya jawab. Kau rela? (pendek
lambat) Anak itu anak saya dari darah daging saya!
MAT KONTAN
Biadab kalian!
IA BERLARI KE PINTU RUMAHNYA, TAPI TERHENTI MENDENGAR ANAK MENANGIS
PAIJAH
Anakku mau dibacoknya! (melompat,
tapi tertelungkup)
SOLEMAN (membiarkan semua ini berlalu)
Kau berteriak minta tolong, di pantai pasir Boblos. Kau ingat itu, Tan?
(suaranya lembut) Kau minta satu
ujung napas agar kau hidup panjang.
MAT KONTAN MENDENGAR HAL INI JADI KUYU, MUKANYA BERPELUH. SEPERTI
TERSENTAK DARI MIMPI, IA LEMPAR GOLOKNYA DAN MELOMPAT MEMELUK SOLEMAN
MAT KONTAN
Man! Sudah kubilang, jangan ceritakan hal itu. Saya kepingin panjang
umur.
PAIJAH (BANGKIT DARI PINGSANYA,
TERHUYUNG MENUJU BANGKU)
SOLEMAN
Tak jadi kau bunuh saya?
MAT KONTAN
Tidak tahu. O, Man! Kalau tidak tentu saya sudah mati sekarang ini
dalam tanah. Saya kelelep di pasir dan tak dapat melihat dunia merdeka ini.
SOLEMAN
Tapi saya tak rela selesai seperti ini.
MAT KONTAN (berkata sesuatu tak jelas)
Ia menuju ke pintu, lalu di
pintu ia terhenti. Suaranya mengambang untuk soleman dan paijah. Mat Kontan
mengambil golok, menyarungkannya).
Kalian tak usah saya bunuh. Karena banyak lagi perempuan di dunia ini (setengah menangis) Leman! Ambillah
paijah biniku itu karena kau telah merampasnya. (kepada paijah) Paijah! Ambillah soleman karena sahabat saya itu
telah merampasmu!
(Mat Kontan akan masuk ke rumah, tapi tak jadi)
Tak usahlah, tak usahlah pamit pada si kecil. Karena dia bukan darah
daging, bukan anak saya. (berteriak sedih).
Ambillah oleh kalian! Telah kalian rampas seluruh kepunyaan saya!
XI
SEPERTI ANAK KECIL MAT KONTA MENGHAPUS AIR MATANYA DENGAN SARUNGNYA.
INGUSNYA KELUAR DAN IA MEMBERSIHKAN INGUS ITU DENGAN BERKATA SESUATU YANG TAK
JELAS. JALANNYA BONGKOK, BERHENTI IA DI TEMPAT KELAM.
MAT KONTAN
Saya akan pulang ke
kampung kelahiran saya. Malam ini juga.
HILANGLAH MAT
KONTAN, UTAI YANG MUNCUL DISUDUT RUMAH MAT KONTAN HANYA TERDUDUK MEMPERMAINKAN
PASIR. IA TAK DILIHAT OLEH PAIJAH MAUPUN SOLEMAN. SOLEMAN MEMBANTING GOLOKNYA
PAIJAH
Man.
(Soleman tak menjawab dan duduk di bangku rumahnya)
Man..............
SOLEMAN (seperti menyesal, tapi tiba-tiba tersentak sehingga paijah kaget).
Barangkali ia bunuh
diri, Jah! Saya akan susul..............
PAIJAH
Jangan tinggalkan
saya! (memeluk soleman) Jangan
tinggalkan saya Man!
utai tiba-tiba berdiri dan
tertawa pendek. kedua mereka terkejut sehingga dekapan itu lepas. utai segera
lari ke arah mat kontan pergi
PAIJAH (menahan soleman)
Jangan Man!
SOLEMAN
Ia sahabat saya,
Jah. Saya tak mau biarkan dia mati begituan. Saya pulangkan dia pada kau,
karena kau bukan hak saya yang syah!
PAIJAH
Leman! Jangan kau
tinggalkan saya dan anak kita!
SOLEMAN (mendengar suara tangis bayi).
Jah.......
PAIJAH
Anak itu sebaiknya
kita bawa ke dukun.
SOLEMAN
Bawa ke Pak Mangun.
MEREKA MASUK KEDALAM PINTU RUMAH PAIJAH, BAYI ITU MASIH MENANGIS
XII
SOLEMAN MUNCUL KEMBALI DAN KELUAR, TERDENGAN SUARA TAWA DARI KEGELAPAN.
MAT KONTAN DENGAN GOLOKNYA BERSAMA UTAI. KETIKA MAKIN DEKAT SOLEMAN MELIHATNYA
DENGAN GELISAH DAN GUGUP MEMANDANG GOLOK YANG TADI DIBANTINGNYA KE TANAH
MAT KONTAN (tertawa)
Ha! Kau kira saya
mau begitu saja meniyerahkan bini saya buat kamu? Hei, ajudan kecil bagaimana?
UTAI
Terus! Pukul saja!
MAT KONTAN
Kau kira siapa
saya? Kau kira bisa ke Jawa begini malam? Kau kira kapan saya pulang ibu bapak
saya tidak akan membawa anak bini? Kau kira saya juga tak kepingin senang
dengan keluarga?
UTAI
Terus! Bacok saja!
MAT KONTAN
Nanti dulu Tai!
Biar kita lihat dia ketakutan.
UTAI
Jangan biarkan dia
lari.
MAT KONTAN
Hadang sana (kepada soleman) saya ke pantai spesial
mengasah golok Cibatu ini buat diasah di kepalamu yang penuh najis itu! Dan
saya melaporkan bahwa kau berpelukan dengan Paijah, huh!
SOLEMAN MELIHAT UTAI MENGAMBIL GOLOK YANG DI TANAH. PAIJAH MUNCUL DI
PINTU TAPI MASUK KEMBALI. SEMUA MENDENGAR SUARA KERETA APAI MENDERU MAKIN
MENDEKAT. SOLEMAN MENCARI KELUAR. TIBA-TIBA IA SUDAH MELOMPAT SAJA KESAMPING
UATAI DAN MENGHILANG. UTAI MEMBURU DISUSUL OLE MAT KONTAN, KETIGANYA TELAH
TERTELAN GELAM MALAM.
XIII
PAIJAH YANG MUNCUL DIPINTU MENAHANTANGISNYA. KEPALA ANAKNYA TERUS
DIUSAPNYA BIARPUN SI ANAK TERUS MENANGIS. SUARA UBRUK DI KEJAUHAN MAKIN KERAS,
TAPI KEMUDIAN SEPI KETIKA TAWA MAT KONTA
SEMAKIN MENDEKAT. PAIJAH MENCOBA MENABAHKAN KETAKUTANNYA
MAT KONTAN (nafasnya masih terengah)
Jah!
PAIJAH (heran)
Tan! Jangan bunuh
kami, Tan!
MAT KONTAN (menggeleng)
Bodoh saya kalau
membunuh kau dan anak ini (didekapnya
bininya) Jah! (ia menangis) Kau
tahu Jah? Kau tahu si Utai patah lehernya?
PAIJAH
Ha?
MAT KONTAN
Ia ditendang
soleman jahanam itu ketika Utai menangkapnya. Tapi Soleman selamat sampai ke
gerbong kereta api. Jahanam itu selamat. Saya sempat memukul kepalanya dua
kali, Jah. Ia selamat, Ia lolos, Jah. Tapi pikirannya akan selalu diburu!
(bayi menangis)
Bawa ke dalam nanti
masuk angin lagi!
(Paijah heran memandangi mat kontan)
Kenapa kau lihat
saya seperti itu? Apa saya ini macan?
PAIJAH
Si Utai, Tan.
MAT KONTAN
Apa boleh buat dia
mati. Kalau hidup tentu ia akan menyebarkan berita kerusuhan kita ini. Kita
mesti rahasiakan ini, Jah!
XIV
DARI JAUH KALENG SUSU TUKANG PIJAT JELAS MENDEKAT. IA MUNCUL KETIKA
PAIJAH MEMBAWA BAYINYA MASUK
MAT KONTAN
Jangan bikin ribut!
Anak saya makin sakit!
TUKANG PIJAT
Tan! Kau
dicari-cari orang, Tan. Si Utai mati kau tahu?
MAT KONTAN
Ssssst! Jangan
berisik. Saya mau pergi mencari dukun.
TUKANG PIJAT
Kabarnya Soleman
berkelahi dengan kamu tadi ya? Soal apa?
MAT KONTAN (makin jauh akan pergi)
Dia mencuri burung
saya dan uang saya. Ssssst. Jangan berisik...........(menghilang)
TUKANG PIJAT
Punya anak satu
kayak selusin saja. Kontaaaaaan, Kontaaaan
IA TERCENUNG
MELIHAT MAT KONTAN MAKIN JAUH
XV
TANGIS BAYI YANG MAKIN MENINGGI MENYEBABKAN TUKANG PIJAT ITU MENDEKAT.
TAPI KEMUDIAN TANGIS ITU TERHENTI DI DALAM PUNCAKNYA. TERDENGAR RAUNG PEREMPUAN
DI DALAM. KEMUDIAN PINTU TERHEMPAS KELUARLAH PAIJAH DALAM RAMBUT KUSUT MASAI.
HAMPIR MENABRAK TUKANG PIJAT. TANGIS PAIJAH TERDEKAM KE DADANYA. BERHENTI IA
MENANGIS DARI TEMPAT KELAM ITU. LAMBAT IA BERJALAN MENUJU TUKANG PIJAT,
SETENGAH BERTERIAK.
PAIJAH
.......Pak! Anakku
mati Pak!
SITUA BELUM SEMPAT BERTANYA, PEREMPUAN ITU MELARIKAN DIRI KE ARAH MAT
KONTAN TELAH MENGHILANG.
SELESAI
TELUKBETUNG. 1-VI-1958